Selasa, 27 November 2012

Contoh Kasus Pemuda dan Sosialisasi



Beginilah Praktik PSK Muda di Pantai Ria Kolaka...


Jam baru menunjukkan pukul 21.00 Wita. Sabtu malam. Suasana di Pantai Ria Kolaka, Sulawesi Tenggara, kian ramai. Deretan kendaraan roda dua maupun roda empat terparkir rapi di beberapa sudut pantai kira-kira sepanjang satu kilometer.

Ingar-bingar suara musik dari sound system ala kadarnya terdengar dari kafe tenda remang-remang. Para pelayan kafe pun terlihat sibuk melayani pengunjung yang umumnya merupakan pasangan muda-mudi.

Di sudut pantai lainnya, aroma ikan bakar tercium dari deretan warung tenda yang menyajikan anekaseafood. Pantai Ria Kolaka memang menjadi salah satu lokasi favorit bagi anak muda Kolaka, khususnya yang ingin menghabiskan malam minggu dengan menikmati keindahan panorama pantai.

Tetapi, di salah satu sudut pantai lainnya, sekumpulan wanita yang rata-rata masih berusia muda dengan dandanan lumayan seksi terlihat asyik bercengkerama. Kepulan asap rokok keluar dari hidung dan mulut para remaja yang rata-rata berusia di bawah 20 tahun itu. “Saya pergi duluan nah, ada mijemputanku,” ujar salah seorang di antara mereka yang kemudian terlihat masuk ke dalam sebuah mobil dan pergi entah ke mana.

Bagi yang sudah terbiasa dengan kehidupan malam di Pantai Ria Kolaka, keberadaan para wanita muda ini sudah tidak asing lagi. Mereka merupakan pekerja seks komersial (PSK) yang kerap mangkal di sana. Jumlahnya dulu bisa mencapai belasan, tetapi seiring dengan tidak beroperasinya lagi perusahaan tambang di Kolaka, jumlah mereka juga kian berkurang. Mereka yang masih bertahan pun biasanya merupakan PSK lokal asal Kolaka.

MK misalnya, dia bercerita bahwa bisnis “pelacuran pinggir jalan” tersebut sudah berlangsung selama bertahun-tahun. “Oh, kalau yang di pantai itu sudah lama, perempuannya pun adalah pemain lama. Mereka di sana itu kalau sudah jam 10 malam mulai keluar semua, biasanya mereka nongkrong di dalam kafe, setelah itu pasti hilang satu-satu,” ungkapnya.

Meskipun bisnis pelacuran ini di pinggir jalan, tetapi para PSK yang ada tidak secara terang-terangan berdiri di pinggir jalan kemudian menjajakan dirinya...

Uniknya, meskipun bisnis pelacuran ini di pinggir jalan, tetapi para PSK yang ada tidak secara terang-terangan berdiri di pinggir jalan kemudian menjajakan dirinya. “Di sini itu berbeda, Pak, dengan daerah lain. Memang mereka itu pemain lama, tapi tidak berdiri di pinggir jalan. Namun, kalau orang yang sudah lama tinggal di Kolaka, tinggal datang di pantai, pasti dapat,” tambahnya.

Itulah yang membedakan “bisnis pelacuran pinggir jalan” di Kolaka dengan daerah lain. Selain tidak menampakkan diri di pinggir jalan, mereka juga berpakaian tidak terlalu mencolok. Padahal, kalau dinilai dari standar kelasnya, yang di pinggiran pantai inilah PSK yang paling bawah. Dengan kocek Rp 250.000 hingga Rp 750.000, lelaki hidung belang sudah bisa melampiaskan nafsunya.

“Walaupun kami bekerja sebagai PSK, tidak mungkin kami berdiri di pinggir jalan untuk cari pelanggan. Di Kolaka orang pasti sudah tahu kok di mana tempat kami nongkrong. Biasanya kalau yang sudah akrab dengan kami itu tidak membayar, mereka membeli saja minuman keras, kita minum sama-sama, setelah itu terserah mereka mau bawa kami ke hotel atau langsung pulang,' ungkap MK.

Oh, jadi mainnya itu di hotel, bukan di rumah kos atau ada tempat lain?  "Iya dong, harus di hotel,” ungkap BM saat menceritakan aktivitasnya ketika malam hari.

Dia menambahkan, masalah tarif relatif bagi PSK di sini. “Kalau yang baru kenal biasa sampai dengan Rp 100.000, tapi kalau yang sudah biasa, Rp 50.000 pun sudah jadi. Kami tidak memakai perantara, kami lebih senang bertemu langsung dengan calon pelanggan kami agar bisa lebih lama lagi bekerja sama, kan kalau sudah kenal bisa berlanjut,” cetusnya ringan.

Namun, pekerjaan mereka ini jelas bukan tanpa risiko. Hampir setiap malam jumat atau malam minggu mereka ditangkap polisi atau Satpol PP. “Kalau ada razia, kita kan biasanya tidak tahu. Tiba-tiba saja datang diangkut ke kantor mereka. Setelah diberi pembinaan kami pulang lagi. Terus terang saja, Pak. Kita bekerja sebagai PSK itu, selain untuk kesenangan, juga untuk makan,” tutupnya.


sumber :





Tidak ada komentar:

Posting Komentar